Pelaksanaan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Lampung Utara (Lampura) tuai kritik dari Pemuda Muhammadiyah Kabupaten setempat. Pasalnya, pelaksanaan PPDB yang ditetapkan melalui Permendikbud yang selanjutnya tertuang melalui Pergub memiliki tujuan untuk pemerataan pendidikan pada seluruh lapisan masyarakat, namun pada prakteknya menimbulkan kegaduhan hingga kecurangan.
Ketua Pemuda Muhammadiyah Lampura, Zuheri secara ekslusif kepada reviewindonesia.id, Senin, (19/06/2023) mengungkapkan beberapa pernyataan menohok terkait PPDB online SMA yang tengah berlangsung. Sejumlah kalangan masyarakat yang memaksakan diri dengan menggunakan berbagai cara agar anaknya dapat diterima disekolah yang di inginkan dengan menggunakan modus yang sama, yakni dalam penerimaan calon siswa menggunakan administrasi kependudukan yang usia adminduknya tidak lebih dari satu tahun.
Selain itu, pantauan dilapangan pengaturan jarak (radius) dari rumah calon siswa menuju sekolah hampir berdekatan, bahkan wilayah sekolah yang dalam radius 50 meter merupakan perkantoran (instansi) pemerintah daerah, terdapat calon siswa yang jaraknya dibawah 50 meter.
“Sebagai contoh, satu sekolah menerima siswa dalam jarak yang sama dengan jumlah lebih dari lima calon peserta didik. Secara logika dan nalar apakah mungkin di tahun yang sama serta dalam satu kartu keluarga yang sama telah lahir seorang anak dalam jumlah yg lebih dari lima orang anak. Ini bisa menjadi catatan, artinya banyak ibu-ibu di Lampung Utara melahirkan kembar, dari sini kita sudah diajarkan satu kebohongan dan pembodohan secara masal ditengah masyarakat kita,” celoteh Bang Zuhe, sapaan akrab pria berkepala plontos bergelar Sarjana Hukum tersebut.
Dugaan praktek curang itu, kata dia, terpaksa dilakukan karena besarnya antusias masyarakat yang ingin menyekolahkan anaknya di SMA favorit, namun jarak tempuh sekolah sangat jauh, sehingga, untuk mengakalinya, terpaksa pihak keluarga menitipkan buah hatinya masuk didalam Kartu Keluarga (KK) milik sanak famili yang rumahnya tidak jauh dari sekolah yang akan dipilih. Bahkan hal itu dilakukan sejak jauh-jauh hari.
“Kalau saya menyakini praktek itu bisa dikatakan pemalsuan data. Menitipkan anaknya pada KK sanak saudaranya, bahkan data orang lain. Yang penting usia adminduknya memenuhi syarat yaitu satu tahun sehingga bisa dilampirkan untuk syarat pendaftaran sekolah,” tegasnya.
Dari berbagai polemik yang ada, dirinya menyimpulkan bahwa PPDB online SMA di Kabupaten Lampura secara tidak langsung mengajarkan masyarakat untuk berbuat salah, curang serta menghidupkan kembali praktek-praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dilingkup dunia pendidikan. Terakhir, Zuheri berharap persoalan ini agar menjadi perhatian seluruh elemen masyarakat, terutama bagi pemangku kebijakan.
“Harus jadi perhatian kita bersama, jangan menutup mata dan telinga. Terutama bagi para pemangku kebijakan yang dalam hal ini Gubernur dan Kadis Pendidikan Provinsi Lampung,” tandasnya.(merwan)